Tragisnya Program Penghijauan Kawasan Wisata Kandi

penghijauan di kandiKawasan Wisata Kandi adalah suatu areal yang ditetapkan sebagai kawasan pusat Wisata dan Olahraga oleh pemerintah setempat. Terletak di Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Sementara itu, Taman Satwa Kandi merupakan objek wisata perdana yang berdiri di tempat tersebut sejak 2006. Objek wisata yang berada di bawah naungan Pemda ini selain menyajikan beragam koleksi satwa, terdapat juga sebuah danau yang dimanfaatkan untuk berwisata air. Lebih sering disebut sebagai danau Kandi, sedangkan nama
sebenarnya adalah danau Tandike, menjadi sebuah magnet tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung. Taman Satwa Kandi berada di atas tanah seluas sekitar 5 ha. Tidak jauh dari Taman Satwa Kandi, terdapat objek wisata yang dibangun oleh swasta, yaitu Sawahlunto Dream Land. Objek wisata yang belum beroperasi karena masih dalam proses pembangunan itu, juga berada dalam ruang lingkup Kawasan Kandi. Selain obyek wisata, rencananya di Kawasan Wisata Kandi akan dibangun Hutan/Taman kota, lapangan olah raga, dll.


Kota Arang menjadi julukan bagi Sawahlunto karena merupakan salah satu kota penghasil batu bara terbesar di Indonesia. Kawasan Kandi yang mempunyai luas keseluruhan lebih kurang 400 ha; juga merupakan salah satu tempat bekas areal penambangan batu bara. Setelah deposit batu bara mulai menipis dan aktifitas pertambangan dihentikan, perusahaan yang telah mengambil keuntungan, berkewajiban mereklamasi wilayah tersebut. Menata lingkungan bekas tambang, sebagai wujud pertanggung-jawaban terhadap lingkungan. Salah satu bentuknya dengan menanam pohon pelindung. Akasia dan lamtoro dijadikan pilihan sebagai tumbuhan pionir untuk menghijaukan kembali bekas areal tambang. Jika banyak tumbuhan tentu yang terbayang adalah keadaan kawasan yang dingin dan nyaman. Namun kenyataannya tidak demikian. Akasia dan Lamtoro memang hanya memerlukan waktu singkat untuk tumbuh dan dapat hidup di lahan gersang; sayangnya tidak bisa menebar kesejukan di sekitarnya. Alhasil, meskipun nampak hijau di mata, Kawasan Kandi tetap terasa panas dan gersang. Belum lagi, pohon-pohon yang seharusnya mampu untuk menahan unsur hara dalam tanah, satu demi satu mulai lapuk dan tumbang. Melihat kondisi seperti itu, sudah seharusnya jika reboisasi Kawasan Kandi sesegera mungkin dilakukan.

Bukan saja karena faktor usia pohon tersebut yang mulai uzur, tapi banyak alasan lain yang mendasari. Sebuah pernyataan informatif dan menarik pernah terlontar dari beberapa staf Departemen Kehutanan, ketika berkunjung tahun lalu di Taman Satwa Kandi. Bahwasanya, bunga-bunga akasia yang terdapat di tempat tersebut bisa menjadi pemicu penyakit asma. Statemen tersebut semakin menguatkan, bahwa pelaksanaan penghijauan kembali sebaiknya tidak perlu ditunda lagi.

Sejauh ini, konsep penghijauan untuk hutan kota pada khususnya, maupun konsep penghijauan kawasan pada umumnya; seperti belum terencana secara matang. Salah satu contohnya, beberapa waktu lalu, anak mahoni yang ditanam untuk penghijauan mulai bersemi dan berjejer di sepanjang route menuju Obyek Wisata Kandi. Namun, nasib pohon-pohon yang baru mulai tumbuh ini harus berakhir oleh lindasan traktor proyek pelebaran jalan sebelum sempat menjadi rindang. Jika dicermati, program penghijauan untuk menata Kawasan Kandi cenderung asal jalan; terlihat tanpa konsep dan tanpa koordinasi dengan instansi lain.

Tidak itu saja, penanganan beberapa program penghijauan juga cenderung terkesan kurang serius. Penghijauan di beberapa titik tertentu pada bagian lain kawasan, nyaris tidak berkelanjutan. Minimnya tindakan nyata, menimbulkan sebuah pertanyaan “Setelah menanam mau apa lagi?” Bibit yang telah tertanam ditelantarkan begitu saja pada tanah kering dan tandus. Dikarenakan yang menanam adalah tenaga upahan yang dibayar harian. Setelah upah diterima, bisa jadi mereka berpikir nasib bibit bukan lagi tanggung jawabnya apakah akan tumbuh menjadi subur atau sebaliknya, mati! Setali tiga uang dengan si pemberi upah. Seakan tidak mau tahu lagi dengan sukses tidaknya program penghijauan yang telah terlaksana. Memprihatikan memang, proyek penanaman kembali yang acara seremonialnya sudah dilaksanakan dan dananya sudah dicairkan bukan lagi menjadi hal menarik untuk ditindaklanjuti.



Salah satu unsur penting dalam Sapta Pesona Wisata adalah sejuk; yaitu kondisi di destinasi pariwisata/daerah tujuan wisata, mencerminkan keadaan sejuk dan teduh sehingga memberikan perasaan nyaman bagi wisatawan dalam melakukan kunjungannya ke objek wisata. Menyadari pentingnya suasana sejuk bagi sebuah objek wisata, membuat petugas di Taman Satwa Kandi melakukan beberapa aksi, salah satunya melaksanakan penghijauan di lingkungan Taman Satwa Kandi dengan menanam pohon pelindung berdaun rimbun, seperti Mahoni, Ketapang, Dadap, juga Matoa. Konsistensi terhadap penghijauan, juga tak luput dalam hal pemeliharaan yang tetap dilakukan agar suasana sejuk tercipta di lingkungan objek wisata Taman Satwa Kandi.

Selang beberapa waktu lalu, penghijauan juga dilakukan di areal camping ground, yang lokasinya berada tak jauh dari Taman Satwa Kandi. Penanaman di areal camping ini, diprakarsai oleh sekelompok ibu-ibu PKK Kota Sawahlunto. Maksud dari aksi adalah mewujudkan areal camping menjadi hijau dan tidak gersang sekiranya kelak bibit telah tumbuh membesar. Dengan begitu, peserta camping bisa merasakan nuansa alam yang sejuk. Serupa dengan nama sebuah aksi “gerakan seribu pohon”, bibit Mahoni, Ketapang, dan bibit Bayur yang ditanam mencapai lebih kurang 1.000 batang. Bak gayung bersambut, petugas kandi bahu-membahu, bekerjasama selama berbulan-bulan mempersiapkan penghijauan tersebut.

Pertama-tama, ditentukan lokasi lubang tanam dengan perhitungan jarak tanam 6 meter. Tujuannya, agar kelak tenda-tenda untuk acara-acara pramuka atau acara kemping bisa berada di antara pohon-pohon yang telah membesar. Setelah penentuan lokasi, selanjutnya dimulailah penggalian lobang. Mengisi lubang-lubang tersebut dengan pupuk alami sebelum ditanami bibit. Untuk memagari bibit ini, dicari kayu dan bambu ke hutan. Tak lupa dilakukan perawatan terhadap bibit yang telah tertanam.

Namun celakanya, kerja keras hingga memakan waktu berbulan-bulan tersebut jadi sia-sia. Manakala pada bulan berikutnya ada rombongan yang kemping di tempat tersebut, mencabuti pagar dan mendirikan tenda-tenda persis di atas bibit yang ditanam. Sekali lagi, mayoritas kelangsungan hidup "si calon pohon", harus menyerah pada tangan-tangan yang kurang peduli terhadap lingkungan.


Ironisnya, slogan-slogan yang intinya mengajak untuk menghijaukan bumi bertebaran di mana-mana. Tanpa dibarengi kenyataan di lapangan, slogan menjadi bunyi kosong sehingga tidak mampu menyadarkan masyarakat untuk peduli lingkungan. Sementara, untuk membuatnya tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Entah apa yang terbayang oleh si pembuat ketika memasang slogan-slogan tersebut. Apakah mereka yakin slogan tersebut bisa mempengaruhi pembacanya atau sekedar untuk dekorasi saja.

Alangkah baiknya jika si pembuat melakukan langkah nyata sehingga terbukti hasilnya di lapangan, sebelum mengajak masyarakat. Slogan yang meneriakkan "Mari Menanam Sebagai Warisan Untuk Anak Cucu Kita", jangan sampai hanya sekedar bunyi yang berhenti pada selembar spanduk tanpa aksi. Bahkan, terdapat kalimat yang mengajak masyarakat untuk peduli lingkungan, sulit dimengerti artinya manakala masyarakat awam membacanya; semisal tentang "efek rumah kaca" pada lingkungan. Bagaimana bisa menyentuh perasaan si pembaca, jika artinya saja tidak dimengerti. Slogan-slogan ini menjadi "nihil" dan tidak mencerdaskan pikiran masyarakat untuk menyadari dan peduli pada lingkungan.

Dalam hal ini, dibutuhkan kepedulian semua pihak; yaitu, seluruh lapisan masyarakat, tanpa kecuali kesadaran masing-masing individu dari pihak-pihak yang berwenang. Disinyalir, karena ulah segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab dan hanya mementingkan keuntungan pribadi mengakibatkan terjadi kerusakan ekosistem pada hutan-hutan di Indonesia. Angka penurunan keberadaan hutan di Indonesia tidak sekedar hanya sebuah hitungan statistik. Hutan Indonesia yang pernah menjadi paru-paru dunia, saat ini tengah mengalami krisis, karena maraknya penebangan liar. Sementara, tidak ada tindakan signifikan untuk melakukan penghijauan. Dana yang dikucurkan pemerintah untuk dialokasikan pada program penghijauan, tidak sebanding dengan hasilnya. Persentase hutan di Indonesia mengalami penurunan dratis.

Terakhir, harapan saya semoga masyarakat menyadari pentingnya menjaga lingkungan, yang bisa dimulai dengan melakukan hal-hal kecil, seperti keteraturan dalam pengelolaan sampah rumah tangga, atau menanam pohon di halaman rumah. Selain itu, setiap proyek-proyek penghijauan sudah seharusnya mempunyai perencanaan yang matang. Saat ini, di sekitar Kawasan Wisata Kandi sedang dilaksanakan kembali Program Penghijauan. Semoga pelaksana proyek ini belajar dari pengalaman, sehingga tidak sekedar menghabiskan dana APBD saja, tetapi terkonsep dengan jelas dan berkesinambungan. Mulai dari penanaman, perawatan hingga tumbuh menjadi sebuah pohon yang benar-benar mampu memberi perlindungan dan berbagi kenyamanan di sekitarnya. Green Your Mind, Mari Jaga Lingkungan dan Hijaukan Bumi Kita.




0 Response to "Tragisnya Program Penghijauan Kawasan Wisata Kandi"

Post a Comment

MAAF KOMENTAR SPAM KAMI HAPUS