Sosiologi Pariwisata, Persepsi Masyarakat Terhadap Wisatawan

Sosiologi Pariwisata. I Gd Pitana
Secara evolutif, Greenwood (1977) melihat bahwa hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya proses komersialisasi dari keramahtamahan masyarakat lokal. Pada awalnya wisatawan dipandang sebagai 'tamu' dalam pengertian tradisional, yang disambut dengan keramahtamahan tanpa motif ekonomi. Dengan semakin bertambahnya jumlah wisatawan, maka hubungan berubah terjadi atas dasar pembayaran, yang tidak lain daripada proses komersialisasi, dimana masyarakat lokal sudah mulai agresif terhadap wisatawan, mengarah kepada eksploitasi dalam setiap interaksi, tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Pada fase-fase seperti ini, banyak ditemui tindakan kriminal terhadap
wisatawan. Fase ini biasanya direspon oleh Pemerintah dengan melakukan pengaturan pariwisata secara melembaga dan profesional, sehingga hubungan wisatawan dengan masyarakat lokal tidak semakin memburuk. Profesionalisme menjadi inti pokok untuk membina hubungan baik dengan wisatawan, dan sangat memperhatikan kelanjutan hubungan di masa-masa yang mendatang.

Dalam hubungan dengan evolusi sikap masyarakat terhadap wisatawan, Doxey (1976) sudah mengembangkan sebuah kerangka teori yang disebut irendex (irritation index). Model Irendex dari Doxey ini menggambarkan perubahan sikap masyarakat lokal terhadap wisatawan secara linier. Sikap yang mula-mula positif berubah menjadi semakin negatif seiring dengan pertambahan jumlah wisatawan. Tahapan-tahapan sikap masyarakat terhadap digambarkan sebagai berikut:
  1. Euphoria. Kedatangan wisatawan diterima dengan baik, dengan sejuta harapan. Ini terjadi pada fase-fase awal perkembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, dan umumnya daerah tujuan wisata tersebut belum mempunyai perencanaan. 
  2. Apathy. Masyarakat menerima wisatawan sebagai sesuatu yang lumrah, dan hubungan antara masyarakat dengan wisatawan didominasi oleh hubungan komersialisasi. Perencanaan yang dilakukan pada daerah tujuan wisata pada fase ini umumnya hanya menekankan pada aspek pemasaran. 
  3. Annoyance. Titik kejenuhan sudah hampir dicapai, dan masyarakat mulai merasa ternganggu dengan kehadiran wisatawan. Perencanaan umumnya berusaha meningkatkan prasarana dan sarana, tetapi belum ada usaha membatasi pertumbuhan. 
  4. Antagonism. Masyarakat secara terbuka sudah menunjukkan ketidaksenangannya, dan melihat wisatawan sebagai sumber masalah. Pada fase ini perencana baru menyadari pentingnya perencanaan menyeluruh. 
Adanya berbagai kritik terhadap interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal telah disadari oleh berbagai pihak, termasuk organisasi-organisasi pariwisata internasional. Untuk mengurangi berbagai dampak negatif dan meningkatkan dampak positif, PATA dan WTO telah mengeluarkan kode etik bagi wisatawan. WTO juga sudah mengeluarkan Kode Etik Pariwisata Global, yang sudah dijadikan resolusi PBB, yaitu resolusi No. 37 tahun 2001 tertanggal 26 Oktober 2001, tentang 'Global Code of Ethics for Tourism'

Kode etik bagi wisatawan yang dikeluarkan oleh PATA (2002) adalah sebagai berikut:
PATA Traveller's Code: Sustaining Indigenous Cultures
 "Travel is a passage through other people's lives and other people's places.
Perjalanan adalah menuju ketempat kehidupan orang lain dan menuju tempat orang lain.  
  1. Be Flexible. Are you prepared to accept cultures and practices different from your own?
    (
    Jadilah Fleksibel. Apakah Anda siap untuk menerima budaya dan praktek-praktek yang berbeda dari yang anda alami sendiri?
  2. Choose Responsibly, Have you elected to support businesses that clearly and actively address the cultural and environmental concerns of the locale you are visiting.   (Pilih Bertanggung Jawab, Apakah Anda memilih untuk mendukung bisnis yang jelas dan secara aktif mengatasi masalah budaya dan lingkungan dari lokasi yang Anda kunjungi.
  3. Do your homework. Have you done any research about the people and places you plan to visit so you may avoid what may innocently offend them or harm their environment?    (Kerjakan pekerjaan rumah Anda. Sudahkah Anda melakukan penelitian-penelitian tentang orang-orang yang akan anda kunjungi sehingga Anda dapat menghindari apa yang dapat menyinggung perasaan mereka atau merugikan lingkungan mereka? 
  4. Be Aware. Are you informed of the holidays, holidays and general religious and social customs of the places you visit? (Sadarilah. Apakah Anda diinformasikan mengenai liburan dan kebiasaan keagamaan serta kebiasaan sosial dari tempat-tempat yang Anda kunjungi?
  5. Support Local Enterprise. Have you made a commitment to contribute to the local economy by using businesses that economically support the community you are visiting, eating in local restaurant and buying locally made artisan crafts as remembrances of your trip? (Dukunglah usaha lokal. Apakah Anda membuat sebuah komitmen untuk memberikan kontribusi terhadap ekonomi lokal dengan menggunakan usaha yang secara ekonomis mendukung komunitas yang Anda kunjungi, makan di restoran lokal dan membeli kerajinan buatan lokal sebagai kenangan dari perjalanan Anda?
  6. Be Respectful and observant. Are you willing to respect local laws that may include restrictions of your usage of or access to places and things that may harm or otherwise erode the environment or alter or run counter to the places your visit? (Bersikaplah hormat dan jeli. Apakah anda bersedia untuk menghargai peraturan daerah setempat yang dapat mencakup pembatasan penggunaan atau akses ketempat-tempat yang dapat membahayakan atau merusak lingkungan atau bertentangan dengan lingkungan pada tempat-tempat yang anda kunjungi.



0 Response to "Sosiologi Pariwisata, Persepsi Masyarakat Terhadap Wisatawan"

Post a Comment

MAAF KOMENTAR SPAM KAMI HAPUS